MK Tolak Gugatan Hasil Pilgub Papua Tengah, Pasangan Willem Wandik - Aloisius Giyai Tak Penuhi Syarat

MK Menolak Gugatan Pilgub Papua Tengah 2024, Pasangan Wandik-Giyai Tak Penuhi Syarat Sengketa
Calon Gubernur Papua Tengah Willem Wandik, SE, M.Si (kiri) dan dan Wakil Gubernur Dr drg Aloysius Giyai, M.Kes (kanan) pada Pilkada 2024. (Foto: Istimewa)

NABIRE, infoNabire.com – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk tidak menerima permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Papua Tengah yang diajukan oleh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 4, Willem Wandik dan Aloisius Giyai. Keputusan ini tertuang dalam Putusan Nomor 295/PHPU.GUB-XXIII/2025 yang dibacakan dalam sidang pengucapan putusan pada Rabu (5/2/2025). Sidang tersebut berlangsung di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK dengan dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya.

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa permohonan yang diajukan oleh pemohon tidak dapat diterima. "Mengadili, dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan seperti dikutip dari laman resmi mkri.id pada Sabtu, (8/2/2025).

Majelis Hakim Konstitusi menyoroti keberlakuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yang mengatur tentang ambang batas selisih perolehan suara untuk mengajukan sengketa hasil Pilkada. Berdasarkan aturan tersebut, ambang batas yang ditentukan adalah sebesar 2 persen dari total suara sah atau sekitar 22.105 suara. Namun, selisih suara antara pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak jauh melebihi batas tersebut.

Dalam hasil perhitungan suara, pasangan Willem Wandik dan Aloisius Giyai memperoleh 373.721 suara, sedangkan pasangan nomor urut 3, Meki Nawipa dan Deinas Geley, yang menjadi pihak terkait dalam sengketa ini, memperoleh 502.624 suara. Selisih suara sebesar 128.903 atau sekitar 11,7 persen ini membuat pasangan Wandik-Giyai tidak memenuhi syarat untuk mengajukan gugatan PHPU.

Hakim Konstitusi Arsul Sani menegaskan bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dalam perkara ini. "Menurut Mahkamah, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Dengan demikian, eksepsi Termohon dan Pihak Terkait bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan menurut hukum," jelas Arsul Sani.

Lebih lanjut, Majelis Hakim juga menegaskan bahwa Pasal 158 tetap berlaku, karena dalil-dalil yang diajukan pemohon tidak cukup kuat untuk menggugurkan aturan tersebut. "Tidak terdapat alasan untuk menunda keberlakuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang berkaitan dengan kedudukan hukum Pemohon," tambahnya.

Sebelumnya, dalam permohonannya, pasangan Wandik-Giyai mengklaim adanya kecurangan dalam sistem noken yang diterapkan di Kabupaten Deiyai, Papua Tengah. Mereka menyebut suaranya dikurangi sebesar 48.375 suara dari total 77.400 suara yang telah disepakati dalam sistem noken. Selain itu, pemohon juga mendalilkan adanya pelanggaran di Kabupaten Paniai, termasuk kegagalan pleno tingkat kabupaten sebanyak empat kali serta dugaan suap senilai Rp 200 juta. Pemohon juga menuduh adanya pengalihan suara di Kabupaten Puncak Jaya yang diduga dilakukan dengan pemberian amplop.

Dengan dalil-dalil tersebut, pemohon meminta MK untuk membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua Tengah Nomor 461 tentang penetapan hasil Pilgub Papua Tengah 2024. Mereka juga mengajukan permohonan agar pasangan Meki Nawipa - Deinas Geley didiskualifikasi serta dilakukan pemungutan suara ulang di tiga kabupaten, yaitu Deiyai, Paniai, dan Puncak Jaya. Namun, dengan ditolaknya permohonan ini, keputusan KPU tetap berlaku dan pasangan Nawipa-Geley tetap dinyatakan sebagai pemenang Pilgub Papua Tengah.


Main Tag: Pilgub Papua Tengah, Sengketa Pilgub, Mahkamah Konstitusi, PHPU, Pemilu 2024
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url