NABIRE – Penutupan Kafe Mahkota di Girimulyo, Nabire, yang telah berlangsung hampir dua bulan, masih menjadi sorotan hingga menimbulkan banyak pertanyaan. Puluhan pekerja yang menggantungkan hidup dari tempat ini mengaku semakin kesulitan secara ekonomi.
“Kami di sini kerja baik-baik, tidak pernah buat masalah. Tapi sering sekali ada sidak, sampai tamu-tamu pun jadi terganggu. Kalau suasananya begitu, siapa yang nyaman?” ujar salah satu pemandu lagu yang enggan disebutkan namanya, Kamis (19/6/2025).
Diketahui, pihak Mahkota telah memenuhi seluruh kewajiban termasuk membayar sanksi administratif sebesar Rp50 juta. Uang tersebut disetorkan pada 3 Juni 2025 melalui Bank BPD Papua ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dan tercatat dalam pos Pendapatan Denda atas Pelanggaran Peraturan Daerah.
“Kami sudah bayar sanksi sebesar 50 juta rupiah sesuai ketentuan, tapi Mahkota belum juga dibuka. Kami bingung, harus bagaimana lagi? Anak-anak di sini tidak punya pemasukan sama sekali,” kata manajer operasional.
Mahkota sendiri merupakan salah satu Tempat Hiburan Malam (THM) legal yang memiliki izin lengkap, seperti halnya tempat hiburan lainnya di Nabire. Namun berbeda dari yang lain, Mahkota justru masih belum mendapatkan lampu hijau untuk kembali buka.
Salah satu pekerja wanita mengaku kondisi ekonomi mereka kian terdesak.
“Kami sampai petik kangkung di depan kafe karena tidak ada uang beli bahan makanan. Dulu kami bisa makan di luar, sekarang masak seadanya di dalam,” tuturnya.
Seorang admin Mahkota juga mempertanyakan mengapa hanya tempat mereka yang ditutup, sementara tempat lain tetap diizinkan buka.
“Kenapa hanya Mahkota? Kami merasa ini tidak adil. Kafe lain tetap buka. Kami juga taat aturan, pajak kami bayar, izin semua lengkap,” ujarnya.
Dilansir dari detikpapua.com, penutupan Mahkota dikaitkan dengan dugaan pelanggaran terhadap Perpres Nomor 74 Tahun 2013, Permendag Nomor 20 Tahun 2014, dan Peraturan Bupati Nabire Nomor 34 Tahun 2024 mengenai pengendalian dan pengawasan peredaran minuman beralkohol.
Menurut informasi yang dihimpun media ini, distribusi mihol kepada lima tempat di Nabire, termasuk Mahkota, juga turut dihentikan.
Namun, proses pencabutan izin ini dinilai janggal oleh beberapa pihak. Idealnya, sebelum pencabutan izin dilakukan, perlu ada koordinasi antar instansi teknis dan pembinaan melalui tim pengawasan terpadu.
“Kami hanya ingin bekerja, Pak. Kami punya anak, keluarga, orang tua yang harus dinafkahi. Harapan kami Mahkota bisa buka lagi, kami bisa hidup lagi,” harap salah satu karyawan pria.
Kini para pekerja hanya berharap kepada pihak terkait untuk bersikap adil, terbuka, dan memberikan kejelasan yang selama ini mereka tunggu.
Tinggalkan Balasan